PRODUKSI KEDELAI EDAMAME DENGAN MENGUPAYAKAN LAHAN KERING
Tedhi Dana Pamuji
Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Institut Pertanian Bogor
Ringkasan
Kedelai merupakan salah satu
komoditas penting di Indonesia. Konsumsi kedelai di Indonesia mencapai 2,95
juta ton/tahun. Laju konsumsi kedelai diperkirakan sebesar 12,89 %. Pemerintah
hanya dapat memproduksi 29 % dari kebutuhan nasional. Pada tahun 2012
pemerintah memproduksi sebesar 843.153 ton dan sebesar 779.992 ton pada tahun
2013. Impor yang dilakukan pemerintah sebesar 2,094 juta ton. Salah satu faktor
yang menyebabkan penurunan produksi dari kedelai adalah berkurangnya lahan
pertanian untuk kedelai. Pada tahun 2102 luassan lahan panen kedelai adalah
567.624 ha, dan pada tahun 2013 seluas 550.793 ha. Salah satu alternatif untuk
mengatasi hal tersebut adalah dengan memanfaatkan lahan kering. Potensi lahan
kering di Indonesia mencapai 23,5 juta ha. Namun demikian mengembangkan
pertanian di lahan kering memiliki banyak kendala. Dari sifat fisik hingga
kimia tanah akan terganggu pada lahan kering. Sinergi empat stakeholder yang
terkait dengan budidaya kedelai pada lahan kering mutlak diperlukan. Keempat
stakeholder tersebut yaitu pemerintah, pengusaha, akademisi, dan petani. Pemerintah
memilki peranan penting dalam hal pembuatan kebijakan terkait dengan lahan
kering. Pengusaha sebagai pemilki modal sudah semestinya memberikan modal usaha
kepada petani untuk membudidayakan kedelai edamame di lahan kering. Akademisi
merupakan sosok penting dalam hal mengatasi permasalahan budidaya di lahan
kering, akademisi seharusnya mengembangkan teknologi ertanian yang sesuai untuk
kedelai di lahan kering. Petani merupakan sosok vital dalam hal budidaya
kedelai di lahan kering, namun mereka sering mengalami hambatan karena berbagai
masalah pada budidaya kedelai di lahan kering. Sinergi antara stakeholder
terkait sangat diperlukan untuk mewujudkan budidaya kedelai edamame di lahan
kering.
Kata kunci: lahan kering, edamame,
pemerintah, pengusaha, akademisi, petani
Soybean is one of the important commodity in Indonesia. Soy consumption in
Indonesia reached 2.95 million tons / year. Soybean consumption rate is estimated at 12.89%. The
government can only produce 29% of the national requirement. In 2012 the
government produced by 843.153 tons and by 779.992 tons in 2013. Imports by the
government amounted to 2.094 million tons. One of the factors that led to a
decrease in the production of soybean is decreasing agricultural land for
soybean. In 2102 soybean crop land area is 567 624 ha, and in 2013 an area of
550 793 ha. One alternative to overcome this is to use the dry land.
Potential dry land in Indonesia reached 23.5 million ha. However, developing
agriculture in dryland has many obstacles. From the physical to the chemical
properties of the soil will be disturbed on dry land. Synergy four stakeholders
associated with soybean cultivation on dry land is absolutely necessary. The
fourth stakeholders such as government, business, academia, and farmers. The
government has an important role in policy-making related to the dry land.
Entrepreneurs as owners of capital are supposed to provide venture capital to
farmers to cultivate soy edamame on dry land. Academics is an important figure
in terms of addressing the problems of cultivation on dry land, academics
should develop appropriate agricultural technology for soybeans in dry land.
Farmers is a vital figure in the case of soybean cultivation on dry land, but
they often have problems because of various problems in soybean cultivation in
dry land. The synergy between relevant stakeholders is needed to realize the
edamame soybean cultivation on dry land.
Keywords: dry land, edamame, government, business, academia, farmers
Keywords: dry land, edamame, government, business, academia, farmers
Pendahuluan
Latar Belakang
Kedelai
merupakan salah satu komoditas yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat, terutama
dalam bentuk olahannya seperti tahu, tempe, kecap dan lain sebagainya. Namun
demikian kedelai menjadi salah satu komoditas yang memiliki banyak kendala
dalam penyediaannya bagi masyarakat. Ketergantungan Indonesia pada impor
kedelai semakin meningkat baik volume maupun nilainya dan sangat membahayakan
ketahanan pangan Indonesia. Berdasarakan data Badan Pusat Statistik (2014)
produksi kedelai di Indonesia yaitu sebesar 843.153 ton pada tahun 2012 dan
sebesar 779.992 ton pada tahun 2013. Sementara itu berdasarkan data Kementrian
Perencanaan Pembangunan Nasional (2012) konsumsi kedelai di Indonesia sebesar
2,95 juta ton/tahun dan impor yang dilakukan pemerintah sebanyak 2,094 juta
ton/tahun dan laju konsumsi sebesar 12,89 %. Pada tahun 2012 produksi kedelai
lokal hanya mampu mnyuplai 29% kebutuhan nasional (KPPN 2012).
Salah
satu permasalahan dalam produksi kedelai adalah semakin berkurangnya lahan
untuk melakukan produksi. Alih fungsi lahan pertanian untuk kedelai semakin
meningkat dari tahun ke tahun. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (2104)
luasan lahan panen kedelai pada tahun 2102 adalah 567.624 ha, dan pada tahun
2013 seluas 550.793 ha. Salah satu sumberdaya alam Indonesia yang dapat
dimanfaatkan untuk pertanian adalah lahan kering. Indonesia memilki potensi
lahan kering seluas 23,5 juta ha(Puslibangtanak 2012) dalam (Badan Litbang
Pertanian 2014) untuk dapat dimanfaatkan sebagai area budidaya kedelai. Namun
demikian lahan kering banyak memiliki masalah baik masalah fisik ataupun kimia
tanah sehingga petani sulit dalam melakukan budidaya kedelai di lahan kering.
Masalah
lahan kering di Indonesia meliputiketersediaan air yang terbatas khususnya
musim kemarau. Hal ini menjadi faktor pembatas dalam memproduksi tanaman
pertanian.Selain itu masalah daya kapilaritas air yang rendah sehingga
kapasitas cekamanair yang terjadi juga sangat rendah. Akibatnya air yang
tersedia bagi tanaman sangat terbatas, dan menjadi faktor pembatas dalam hal
produksi.
Menurut Abdurachman et
al (2008) lahan kering memilki potensi tinggi untuk menyediakan pangan,
namun dibutuhkan suatu teknologi untuk dapat mengatasi masalahpertanian pada
lahan kering. Sehingga budidaya kedelai dapat menghasilkan produksi yang
tinggi. Upaya-upaya yang harus dilakukan pada lahan kering untuk dapat
digunakan sebagai lahan budidaya kedelai edamame harus melibatkan berbagai stakeholder. Karya tulis ini akan
mengidentifikasi upaya-upaya yang dapat dilakukan guna mewujudkan budidaya
kedelai edamame di lahan kering.
Perumusan Masalah
Produksi
kedelai di Indonesia masih sangat rendah karena banyaknya konversi
lahanproduksi kedelai sehingga perlu dilakukan suatu usaha untuk meningkatkan
produksi kedelai.Petani pun hanya menanam kedelai pada musim tertentu, sehingga
produksi menjadi rendah sedangkan konsumsi kedelai setiap tahun mengalami
kenaikan sehingga pemerintah melakukan impor guna memenuhi kebutuhan
masyarakat. Karenanya dibutuhkan usaha untuk mengembangkan teknik budidaya
alternatif agar dapat meningkatkan produktivitas dan mengamankan suplai
kedelai.
Salah
satu solusi yang dapat digunakan untuk mengatasi masalah sempitnya lahan
produksi kedelai adalah dengan pemanfaatan lahan kering. Namun terdapat
beberapa masalah yang timbul pada lahan kering yang dapat menjadi faktor
pembatas produksi kedelai. Berbagai stakeholder
yang terkait dengan usaha budidaya kedelai edamame harus bersinergi guna
dapat mewujudkan tercapainya produksi kedelai edamame yang tinggi pada lahan kering.
Tujuan
1.
Mengidentifikasi upaya-upaya yang dapat
dilakukan guna mewujudkan budidaya kedelai edamame di lahan kering.
2.
Upaya untuk mendukung kemandirian dan ketahanan
pangan Indonesia.
Telaah Pustaka
Pertanian Lahan Kering dan
Permasalahannya
Lahan
kering adalah lahan yang dapat digunakan untuk usaha pertanian dengan
menggunakan air secara terbatas dan biasanya hanya mengharapkan dari curah
hujan. Lahan ini memiliki kondisi agro-ekosistem yang beragam, umumnya
berlereng dengan kondisi kemantapan lahan yang labil (peka terhadap erosi)
terutama bila pengelolaannya tidak memperhatikan kaidah konservasi tanah. Untuk
usaha pertanian lahan kering dapat dibagi dalam tiga jenis penggunaan lahan,
yaitu lahan kering berbasis palawija (tegalan), lahan kering berbasis sayuran
(dataran tinggi) dan pekarangan (Setiawan 2008).
Lebih lanjut menurut
Setiawan (2008) terdapat tiga permasalahan utama usahatani lahan kering, yaitu:
erosi (terutama bila lahan miring dan tidak tertutup vegetasi secara rapat),
kesuburan tanah (umumnya rendah sebagai akibat dari proses erosi yang
berlanjut), dan ketersediaan air (sangat terbatas karena tergantung dari curah
hujan). Ciri lainnya adalah makin menurunnya produktifitas lahan (leveling
off), tingginya variabilitas kesuburan tanah dan macam spesies tanaman yang
ditanam, memudarnya modal sosial-ekonomi dan budaya, rendah atau tidak
optimalnya adopsi teknologi maju, serta terbatasnya ketersediaan modal dan
infrastruktur yang tidak sebaik di daerah sawah.
Budidaya
Kedelai Edameme (Glycine maxL. Merr.)
Edamame merupakan kedelai
(Glycine max L. Merr.) yang berasal dari Jepang, biasa dimanfaatkan oleh
masyarakat Asia sebagai sayuran serta camilan kesehatan (Born 2006). Kedelai
sayur ini dipanen ketika polongnya masih hijau dan muda atau ketika pengisian
polong sudah 80-90 % (Asadi 2009). Menurut Shanmugasundaram et al (1991)
edamame mengandung nilai gizi yang cukup tinggi. Edamame memiliki ukuran biji
jauh lebih besar dari kedelai biasa, bobot 100 biji mencapai 30 g, jumlah biji
per polong >2, warna bulu abu (lebih disukai), tekstur biji dan polong
lembut, rasa agak manis, aroma bagus, daya hasil polong muda 7-10 ton/ha.
Tabel 1. Informasi nilai gizi edamame
Informasi
gizi
|
Nilai
gizi
|
Kalori
Protein
Karbohidrat
Lemak
Vitamin
A / Karotin
Vitamin
B1
Vitamin
B2
Vitamin
B3
Vitamin
C
Pospor
Kalsium
Besi
Kalium
|
582
kkal/100 g
11,4
g/100 g
7,4
g/100 g
6,6
g/100 g
100
mg/100 g
0,27
mg/100 g
0,14
mg/100 g
1
mg/100 g
27%
140
mg/100 g
70
mg/100 g
1,7 mg/100
g
140
mg/100 g.
|
Sumber: Johnson et al (1999) dan
Nguyen (2001)
Asadi
(2009) menyatkan bahwa budidaya edamame tidak jauh berbeda dengan kedelai
biasa. Pemanenan dapat dilakukan diawal pada saat polong telah terisi sehingga
tidak memerlukan pengeringan brangkasan dan pembijian. Edamame dapat
berproduksi di dataran sedang maupun tinggi. Waktu tanam yang optimal bagi
edamame adalah pada masa akhir musim hujan atau pada masa kemarau asalkan ada
suplai air bagi edamame. Supaya diperoleh pertumbuhan vegetatif dan generatif
yang bagus maka perlu diberikan pupuk yang optimal bagi edamame. Penyiangan
dilakukan dua kali yaitu pada saat umur tanaman 4 MST dan 7 MST.
Tabel 2. Kebutuhan
pupuk dan masa pemupukan dalam budidaya edamame
Jenis
pupuk
|
Kebutuhan
pupuk (kg / ha)
|
Masa
pemupukan
|
Urea
SP-36
KCl
|
100
– 150
100
– 150
100
– 125
|
Tanam,
pembungaan, pengisian polong
Tanam
Tanam,
pembungaan
|
Sumber: Asadi (2009)
Analisis
dan Sintesis
Permasalahan yang selama
ini ada pada dunia pertanian adalah jumlah permintaan yang terus meningkat
namun tidak dapat dipenuhi oleh produsen. Produsen yang dimaksud dalam hal ini
adalah petani. Para petani secara sosial dan ekonomi adalah pada umumnya
masyarakat dengan status sosial yang rendah.
Namun demikian fakta yang ada
saat ini adalah bahwa lahan pertanian produktif semakin menurun. Berdasarkan
data Badan Pusat Statistik (2104) luasan lahan panen kedelai pada tahun 2102
adalah 567.624 ha, dan pada tahun 2013 seluas 550.793 ha. Salah satu sumberdaya
lahan di Indonesia yang dapat dimanfaatkan untuk pertanian adalah lahan kering.
Indonesia memilki potensi lahan kering seluas 23,5 juta ha(Puslibangtanak 2012)
dalam (Badan Litbang Pertanian 2014) untuk dapat dimanfaatkan
sebagai area budidaya kedelai.
Setiawan (2008)
menyatakan terdapat tiga permasalahan
utama usaha tani di lahan kering, yaitu: erosi (terutama bila lahan miring dan
tidak tertutup vegetasi secara rapat), kesuburan tanah (umumnya rendah sebagai
akibat dari proses erosi yang berlanjut), dan ketersediaan air (sangat terbatas
karena tergantung dari curah hujan). Berbagai stakeholder yang ada di Indonesia
hendaknya turut serta dalam upaya
mewujudkan budidaya kedelai edamame di lahan kering. Setidaknya terdapat
beberapa stakeholder yang dapat berperan dalam upaya ini yaitu pemerintah
(Kementrian Pertanian), perguruan tinggi (akademisi), pengusaha (swasta), dan
para pertani itu sendiri.
Mengacu pada pernyataan Setiawan (2008) terkait dengan
masalah budidaya kedelai di lahan kering maka peran setiap stakeholder dapat dipetakan sebagai berikut pada tabel 3.
Tabel 3. Peran serta setiap stakeholder berdasarkan Setiawan (2008)
Permasalahan
|
Stakeholder
|
|||
Pemerintah
|
Pengusaha
|
Akademisi
|
Petani
|
|
Erosi
|
Mengupayakan pembuatan petak lahan
pertanian yang dapat mengurangi erosivitas tanah, Melakukan penyuluhan
tentang cara pertanian konservasi kepada petani
|
Memberikan modal kepada petani untuk
dapat melakukan pertanian konservasi
|
Melakukan penelitian terkait dengan
erosi pada lahan kering
|
Melakukan metode bertani sesuai dengan
pertanian konservasi
|
Kesuburan tanah
|
Mengupayakan perbaikan kesuburan tanah
baik dari segi fisik, kimia, dan biologi, Memastikan ketersediaan pupuk
dimasa pertanaman
|
Memberikan modal usaha kepada petani
guna dapat membeli pupuk dan kebutuhan perawatan tanaman dan tanah
|
Melakukan penelitian terkait dengan
usaha peninkatan kesuburan tanah pada lahan kering
|
Melakukan usaha bertani secara benar
dengan mengacu pada rekomendasi pemerintah dan akademisi
|
Ketersediaan air
|
Mengupayakan pembuatan saluran irigasi
ataupun pembuatan lokasi penampungan air seperti embung, waduk, dsb
|
Membantu pemerintah dalam upaya
penyediaan sarana irigasi
|
Mendesain bentuk saluran irigasi dan
penampungan air paling tapat pada lahan kering
|
Mengelola ketersediaan air untuk lahan
selama masa pertanaman
|
Selain permasalahan yang
diungkapkan oleh Setiawan (2008) bukan tidak mungkin akan ada permasalahan lain
yang timbul pada usaha pertanian di lahan keirng ini. Masalah yang timbul dari
para stakeholder adalah yang memiliki
peluang terbesar untuk dapat terjadi. Berikut ini adalah beberapa permasalahan
yang mungkin terjadi dari sisi para stakeholder.
Tabel 4. Permasalahan yang mungkin terjadi
dari para stakeholder
Permasalahan Stakeholder
|
|||
Pemerintah
|
Pengusaha
|
Akademisi
|
Petani
|
Minimnya perhatian akan potensi lahan
kering, dalam hal ini akan berdampak pada anggaran yang dikeluarkan guna
mengusahakan budidaya kedelai di lahan kering, Melakukan impor besar-besaran
sebagai solusi pemenuhan kebutuhan kedelai
|
Tidak tertarik pada pengusahaan kedelai
dalam negeri lebih menyukai impor karena keuntungan yang lebih besar
|
Minat meneliti untuk mengembangkan
budidaya kedelai di lahan kering minim
|
Modal usaha yang rendah dan keuntungan
yang diperoleh tidak sesuai harapan, akibat permasalahan pada budidayadi
lahan kering petani menjadi enggan untuk melakukan budidaya kedelai di lahan
kering
|
Simpulan
dan Rekomendasi
Simpulan
Berdasarkan permasalahan yang telah
disampaikan maka dapat dikatakan bahwa usaha pertanian atau budidaya kedelai di
lahan kering sangat mungkin untuk dapat dilakukan. Berdasarkan permasalahan
yang telah diungkapkan pada penjelasan sebelumnya maka peran serta setiap stakeholder yang terkait dengan usaha
ini sangatlah besar. Setiap stakeholder hendaknya melaksanakan fungsinya
masing-masing. Lebih lanjut dapat dikatakan bahwa jika setiap stakeholder dapat melaksanakan funginya
masing-masing maka budidaya ini dapat terlaksana. Penting untuk diingat bahwa
setiap tahunnya angka permintaan akan kedelai semakin meningkat. Sedangkan laju
penurunan luasan lahan pertanian kedelai semakin menurun. Untuk dapat memenuhi
kebutuhan tersebut maka sudah seharusnya pertanian atau budidaya kedelai di lahan
kering segera dilaksanakan dengan mengedepankan sinergi antar stakeholder terkait.
Rekomendasi
1. Pemerintah
meningkatkan perhatian akan potensi lahan kering, dalam hal ini yaitu
meningkatkan jumlah anggaran yang dikeluarkan guna mengusahakan budidaya
kedelai di lahan kering, tidak lagi melakukan impor besar-besaran dan lebih
mngusahakan peningkatan produksi dalam negeri sebagai solusi pemenuhan kebutuhan kedelai.
2. Pengusaha
memberikan modal usaha kepada para petani agar
tertarik pada pengusahaan kedelai dalam negeri dan membantu dalam hal
pemasaran kedelai dalam negeri.
3. Para
penelitian meningkatkan minat meneliti untuk mengembangkan budidaya kedelai di
lahan kering, sehingga teknologi untuk meminimumkan permasalahan budidaya di
lahan kering dapat teratasi.
4. Petani
melakukan budidaya kedelai di lahan kering sesuai dengan teknik yang sesuai
dengan kondisi lahan kering, sehingga dapat mengatasi masalah-masalah yang ada.
DAFTAR PUSTAKA
Abdurrachman et al. 2008. Strategi dan
Teknologi Pengelolaan Lahan Kering untuk Mendukung Pengadaan Pangan Nasional.
Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian. Jurnal
Litbang Pertanian, 27(2), 2008
Asadi. 2009. Karakterisasi Plasma Nutfah untuk Perbaikan
Varietas Kedelai Sayur (Edamame). Balai Besar Penelitian dan Pengembangan
Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian. Buletin Plasma Nutfah Vol.15
No.2 Th.2009
Badan Litbang Pertanian. 2014. Prospek dan Arahan
Agribisnis: Tinjauan Aspek Kesesuain_Lahan._[terhubung_berkala]:http://www.litbang.deptan.go.id/special/komoditas/b1lahan.
Diakses pada: 16 September 2014
Badan Pusat Statistik. 2014. Tanaman Pangan. [terhubung
berkala]: http://www.bps.go.id/tnmn_pgn.php. Diakses pada: 16 September
2014
Born, H. 2006. Edame : Vegetable Soybean.
NCAT Agriculture Specialist. USA
Dariah. 2007. Bahan Pembenah Tanah: Prospek dan
Pengembangannya. [terhubung_berkala]:http://www.litbang.deptan.go.id/artikel/one/165/pdf/Bahan%20Pembenah%20Tanah%20:%20Prospek%20dan%20Kendala%20Pemanfaatannya.pdf.Diakses
pada: 16 September 2014
Johnson et al. 1999. Edamame Vegetable
Soybean for Colorado. In Janick, J. (Ed.). Perspectives on New Crops and
New Uses. ASHS Press, Alexandria, VA. p. 385-388
Kementrian Perencanaan dan Pembangunan. 2012. RPJMN
Bidang Pangan dan Pertanian 2015 – 2019. Jakarta (ID): Kementrian
Perencanaan dan Pembangunan
Nguyen. 2001. Edamame (Vegetable Green Soybean)
in the Rural Industrial. p.49-56.[terhubung_berkala]:http://attar.ncut.org/attarpub/edamame.html.
Diakses pada: 16 September 2014
Permentan. 2006. Cuplikan Peraturan Menteri
Pertanian Nomor: 02/pert/hk060/2/2006tentang Pupuk Organik dan Pembenah Tanah.
[terhubung_berkala]:http://pse.litbang.deptan.go.id/ind/pdffiles/SUP43.pdf.
Diakses pada: 16 September 2014
Setiawan. 2008. Alternatif Pemberdayaan bagi
Peningkatan Kesejahteraan Petani Lahan Kering(Studi Literatur Petani Jagung di
Jawa Barat). [Skripsi]. Universitas Padjajaran
Shanmugasundaram et al. 1991. Varietal
Improvement of Vegetable Soybean in Taiwan. In Vegetable Soybean. Research
Needs for Production and Quality Improvement. AVRDC
Komentar
Posting Komentar