KOREKSI GEOMETRIK

TEDHI DANA PAMUJI
DIVISI PENGINDRAAN JAUH DAN INFORMASI SPASIAL
DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR

PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
Definisi SIG kemungkinan besar masih berkembang, bertambah, dan sedikit bervariasi. Hal ini terlihat dari banyaknya definisi SIG yang telah beredar di berbagai sumber pustaka. Berikut adalaha beberapa definisi SIG yang telah beredar. Marbel (1983) SIG merupakan sistem penanganan data keruangan. Burrough (1986), SIG adalah sistem berbasis komputer yang digunakan untuk memasukan, menyimpan, mengelola, menganalisis dan mengaktifkan kembali data yang mempunyai referensi keruangan untuk berbagai tujuan yang berkaitan dengan pemetaan dan perencanaan. Berry (1988), SIG merupakan sistem informasi, referensi internal, serta otomatisasi data keruangan. Aronoff (1989), SIG adalah suatu sistem berbasis komputer yang memiliki kemampuan dalam menangani data bereferensi geografi yaitu pemasukan data, manajemen data (penyimpanan dan pemanggilan kembali), manipulasi dan analisis data, serta keluaran sebagai hasil akhir (output). Hasil akhir (output) dapat dijadikan acuan dalam pengambilan keputusan pada masalah yang berhubungan dengan geografi.

Pemulihan citra dilakukan untuk mengembalikan citra sesuai dengan kenampakan aslinya di muka bumi. Langkah yang dilakukan meliputi koreksi radiometrik dan koreksi geometrik. Pada praktikum ini akan dilakukan koreksi geometrik pada peta digital. Dengan dilakukannya koreksi geometrik diahrapkan peta yang diperoleh telah sesuai dengan koordinat yang tepat.
TUJUAN
1.      Mengenal Sistem Informasi Geografis (SIG) melalui software ArcGIS 9.3
2.      Melakukan koreksi geometrik pada data peta dalam SIG
3.      Melakukan konversi UTM degree


METODE
1. Cari pertemuan garis pada peta kemudian zoom hingga mendapat titik petemuan lalu tandai dengan tools Add Control Points dan masukkan data koordinat yang tepat
2. Seluruh koordinat telah terpilih
3.  Pilih menu Georeferencing kemudian lakukan Rectify
 4. Hasil rectify peta
5. Pada menu Arc Tools Box pilih Data Management Tools – Projection and Transformation – Raster – Project raster – Input data
6. Pilih koorinat yang sesuai dengan lokasi pada peta

HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil koreksi geometrik peta admin
Hasil koreksi geometrik peta landsys
Hasil koreksi geometrik peta landuse

SIG merupakan metode yang paling sesuai untuk digunakan mengelola data yang kompleks yang merupakan suatu sistem yang terintegrasi yang mampu mengolah data spasial dan atributnya secara efektif dan efisien. SIG dalam arti luas merupakan suatu sistem manual atau komputer yang digunakan untuk mengumpulkan, menyimpan, mengelola dan menghasilkan informasi yang mempunyai rujukan spasial atau geografi. Pada pemetaan indeks potensi lahan, SIG sangat membantu di dalam penggabungan (tumpangsusun/ overlay) antara berbagai jenis peta yang berbeda, menggunakan peta lereng, peta jenis tanah, peta intensitas curah hujan dan peta pendukung lainnya untuk membentuk satuan pemetaan lahan. Pembuatan indeks potensi lahan di dalam SIG ini didasarkan atas pemberian skor terhadap parameter-parameter yang berpengaruh, dimana nilainya didasarkan atas besarnya pengaruh yang diberikan terhadap suatu jenis lahan,dengan bantuan SIG proses pengambilan keputusan mengenai masalah spasial dapat dilakukan lebih mudah dan cepat (Prahasta 2009).
SIG mempunyai kemampuan untuk menghubungkan berbagai data pada suatu titik tertentu di bumi, menggabungkannya, menganalisa, dan akhirnya memetakan hasilnya. Data yang diolah pada SIG adalah data spasial yaitu sebuah data yang berorientasi geografis dan merupakan lokasi yang memiliki sistem koordinat tertentu, sebagai dasar referensinya. Sehingga aplikasi SIG dapat menjawab beberapa pertanyaan seperti lokasi,kondisi, tren, pola dan pemodelan. Kemampuan inilah yang membedakan SIG dengan sistem informasi lainnya (Prahasta 2009).

Proyeksi Peta adalah prosedur matematis yang memungkinkan hasil pengukuran yang dilakukan di permukaan bumi fisis bisa digambarkan diatas bidang datar (peta). Karena permukaan bumi fisis tidak teratur maka akan sulit untuk melakukan perhitungan-perhitungan langsung dari pengukuran. Untuk itu diperlukan pendekatan secara matematis (model) dari bumi fisis tersebut. Model matematis bumi yang digunakan adalah ellipsoid putaran dengan besaran-besaran tertentu. Maka secara matematis proyeksi peta dilakukan dari permukaan ellipsoid putaran ke permukaan bidang datar (Pihandito 1988).
Proyeksi peta diperlukan dalam pemetaan permukaan bumi yang mencakup daerah yang cukup luas (lebih besar dari 30 km x 30 km) dimana permukaan bumi tidak dapat diasumsikan sebagai bidang datar. Dengan sistem proyeksi peta, distorsi yang terjadi pada pemetaan dapat direduksi sehingga peta yang dihasilkan dapat memenuhi minimal satu syarat geometrik peta ideal (Bakosurtanal 1979).
Menurut Mutiara (2004) dalam pemilihan proyeksi peta yang akan digunakan, terdapat beberapa hal yang harus dipertimbangkan, yaitu
·         Tujuan penggunaan dan ketelitian peta yang diinginkan
·         Lokasi geografis dan luas wilayah yang akan dipetakan
·         Ciri-ciri asli yang ingin dipertahankan atau syarat geometrik yang akan dipenuhi
Lebih lanjut Mutiara (2004) menjelaskan bahwa dalam melakukan pemilihan proyeksi peta sebaiknya memperhatikan hal-hal berikut ini:
·         Pemetaan topografi suatu wilayah memanjang dengan arah barat-timur, umumnya menggunakan proyeksi kerucut, normal, konform, dan menyinggung di titik tengah wilayah yang dipetakan. Proyeksi seperti ini dikenal sebagai proyeksi LAMBERT.
·         Pemetaan dengan wilayah yang wilayah memanjang dengan arah utara-selatan, umumnya menggunakan proyeksi silinder, transversal, konform, dan menyinggung meridian yang berada tepat di tengah wilayah pemetaan tersebut. Proyeksi ini dikenal dengan proyeksi Tranverse Mercator (TM) atau Universal Tranverse Mercator (UTM).
·         Pemetaan wilayah di sekitar kutub, umumnya menggunakan proyeksi azimuthal, normal, konform. Proyeksi ini dikenal sebagai proyeksi stereografis.
Proyeksi Tranverse Mercator adalah proyeksi yang memiliki ciri-ciri silinder, tranversal, conform dan menyinggung. Pada proyeksi ini secara geografis silindernya menyinggung bumi pada sebuah meridian yang disebut meridian sentral. Pada meridian sentral, faktor skala (k) adalah 1 (tidak terjadi distorsi). Perbesaran sepanjang meridian akan semakin meningkat pada meridian yang semakin jauh dari meridian sentral kearah timur maupun kearah barat. Perbesaran sepanjang paralel semakin akan meningkat pada lingkaran paralel yang semakin mendekati equator. Dengan adanya distorsi yang semakin membesar, maka perlu diusahakan untuk memperkecil distorsi dengan membagi daerah dalam zone-zone yang sempit (daerah pada muka bumi yang dibatasi oleh dua meridian).  Lebar zone proyeksi TM biasanya sebesar 3ยบ. Setiap zone mempunyai meridian sentral sendiri. Jadi seluruh permukaan bumi tidak dipetakan dalam satu silinder (Mutiara 2004).
Proyeksi UTM adalah proyeksi yang memiliki mercator yang memiliki sifat-sifat khusus. Sifat-sifat khusus yang dimiliki oleh proyeksi UTM adalah :
·         Proyeksi : Transvere Mercator dengan lebar zone 6°
·         Sumbu pertama (ordinat / Y) : Meridian sentral dari tiap zone
·         Sumbu kedua (absis / X) : Ekuator
·         Satuan : Meter
·         Absis Semu (T) : 500.000 meter pada Meridian sentral
·         Ordinat Semu (U) : 0 meter di Ekuator untuk belahan bumi  bagian Utara dan 10.000.000 meter di Ekuator untuk belahan bumi bagian selatan
·         Faktor skala : 0,9996 (pada Meridian sentral)
·         Penomoran zone : Dimulai dengan zone 1 dari 180° BB s/d 174° BB,Tzone 2 dari 174° BB s/d 168° BB, dan seterusnya sampai zone 60 yaitu dari 174° B s/d 180° BT
·         Batas Lintang : 84° LU dan 80° LS dengan lebar lintang untuk masing-masing zone adalah 8°, kecuali untuk bagian lintang X yaitu 12°.
·         Penomoran bagian derajat lintang: Dimulai dari notasi C , D, E, F sampai X (notasi huruf I dan O tidak digunakan).
Menurut Arhatin (2010) tujuan koreksi geometri adalah untuk melakukan rektifikasi (pembetulan) atau restorasi (pemulihan) citra agar koordinatnya sesuai dengan koordinat geografi. Jenis gangguan yang bersifat geometris dapat berbentuk perubahan ukuran citra dan perubahan orientasi koordinat citra. Distorsi geometrik dapat disebabkan oleh beberapa hal, yaitu 1) Pembelokan arah penyinaran menyebabkan distorsi panoramic (look engle), 2) Perubahan tinggi wahana dan kecepatan wahana menyebabkan perubahan cakupan (coverage), 3) Perubahan posisi wahana terhadap objek karena gerakan berputar (roll), berbelok (yow), menggelinding (pith), yang menyebabkan distorsi, 4) Rotasi bumi dari barat ke timur menyebabkan objek di permukaan bumi terekam miring ke arah barat, dan 5) Kelengkungan bumi, menyebabkan ukuran pixel berubah (besar pengaruhnya untuk sensor resolusi rendah.
Berdasarkan faktor-faktor penyebab kesalahan geometris tersebut maka kesalahan dapat dibedakan menjadi kesalahan sistematis dan non sistematis. Distorsi/kesalahan sistematis adalah distorsi yang dapat diperkirakan sebelum peluncuran satelit, dikoreksi dengan menerapkan rumus yang diturunkan dengan membuat model sistematik atas sumber distorsi. Distorsi/kesalahan non sistematis adalah distorsi yang tidak dapat diduga sebelum peluncuran satelit. Distorsi ini dikoreksi dengan menggunakan analisis titik kontrol tanah (Ground Control Point/GCP). Analisis GCP dilakukan dengan cara penentuan fungsi transformasi, kemudian dilanjutkan dengan resampling. Dalam pengambilan GCP diperlukan acuan atau referensi, acuan tersebut bisa berupa peta, citra yang telah terkoreksi geometrik atau pengambilan posisi geografis langsung ke lapangan dengan GPS. Dalam pengambilan titik GCP diusahakan menyebar ke semua lokasi dan sebaiknya diambil bangunan yang permanen seperti perpotongan jalan dan lain sebagainya (Arhatin 2010).
            Koreksi geometrik dilakukan pada peta kota Bandung yang terdiri dari peta admin, landsys, dan landuse. Koreksi geometrik yang dilakukan meunjukkan bahwa kota Bandung terletak pada zone 48 s UTM. Pengambilan GCP dilakukan pada empat titik pertemuan garis lintang dan meridian pada peta. Menurut Arhatin  (2010) sebaiknya GCP dipilih pada bangunan atau penggunaan lahan lain yang bersifat permanen. Peta hasil koreksi geometrik menunjukkan bahwa koreksi geometrik yang telah dilakukan telah benar. Hal tersebut juga terlihat pada hasil konversi skala peta ke UTM degree.
KESIMPULAN
Wilayah Indonesia terbagi dalam 9 zone UTM, dimulai dari meridian 90° BT sampai meridian 144° BT dengan batas lintang 11° LS sampai 6° LU. Dengan demikian, wilayah Indonesia terdapat pada zone 46 sampai dengan zone 54. Kota Bandung terletak pada zone 48 sehingga pada saat melakukan koreksi geometrik data yang diinput adalah zone 48. Koreksi geometrik yang dilakukan pada peta digital bermaksud untuk memperbaiki koordinat pada peta tersebut. Sehingga pada saat melakukan pegolahan data digital lebih lanjut koordinat yang diperoleh telah tepat sesuai dengan koordinat wilayah kerja.
DAFTAR PUSTAKA
Arhatin. 2010. Modul Pelatihan Pembangunan Indeks Kerentanan Pantai. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor
Bakosurtanal. 1979. Transformasi Koordinat Geografi ke Koordinat UTM-Grid Spheroid Nasional Indonesia. Badan Koordinasi Survey dan Pemetaan Nasional
Mutiara. 2004. Pendidikan dan Pelatihan Teknis Pengukuran dan Pemetaan Peta. Surabaya (ID): Institut Teknologi Sepuluh Nopember
Prihandito. 1988. Proyeksi Peta. Yoyakarta (ID): Penerbit Kanisius
Prahasta. 2009. Sistem Informasi Geografis : Konsep-konsep Dasar (Perspektif Geodesi & Geomatika). Bandung (ID): Penerbit Informatika

Komentar

Postingan populer dari blog ini

DIGITASI PETA DIGITAL

SOIL AMENDMENT DAN HUBUNGANNYA DENGAN PENGELOLAAN TANAH DI INDONESIA

STRATEGI DAN PENDEKATAN DALAM PENGEMBANGAN MASYARAKAT