STUDI REFORMA AGRARIA BERBASIS RAKYAT DI KABUPATEN KEDIRI
STUDI
REFORMA AGRARIA BERBASIS RAKYAT DI KABUPATEN KEDIRI
oleh:
T D Pamuji
Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan
I.
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Tanah meruapakan suatu
konponen kehidupan yang sangat penting bagi berlangsung nya kehidupan yang ada
di bumi ini. Menurut Hardjowigeno (2007) tanah adalah wilayah darat dimana
diatasnya dapat digunakan untuk berbagai usaha misalnya pertanian, peternakan, mendirikan
bangunan, dan lain-lain. Sementara itu menurut undang-undang pokok agraria
(1960) Tanah merupakan salah
satu sumber agraria
selain perairan, hutan,
bahan tambang, dan udara. Tanah sebagai sumberdaya agraria yang menopang
kehidupan masyarakat. Kehidupan masyarakat tak lepas dari dunia pertanian
sebagai sektor yang meruapakan penopang berbagai sektor usaha lainnya.
Dalam pertanian tanah
diartikan lebih khusus yaitu sebagai media tumbuhnya tanaman darat. Tanah
berasal dari pelapukan batuan bercampur dengan sisa-sisa bahan organik dan
organisme (vegetasi atau hewan) yang hidup diatasnya atau didalamnya. Selain
itu terdapat pula udara dan air (Hardjowigeno 2007).
Lahan memiliki peranan
penting dalam mendukung kehidupan masyarakat. Lahan mempunyai
arti penting baik
untuk mendukung produksi
pangan, menjaga keseimbangan ekologis hingga pembangunan permukiman, industri dan fasilitas lainnya. Peningkatan permintaan
lahan salah satunya
disebabkan oleh pertumbuhan jumlah
penduduk, baik secara
alamiah maupun yang
disebabkan oleh urbanisasi (Nurmandi
1999).
Persebaran penguasaan
lahan di Indonesia sangatlah timpang. Hanya 0,2 % masyarakat Indonesia yang
menguasai 56 % aset nasional dan hampir semuanya berupa tanah. Sepanjang sejarah
penguasaan tanah di Indonesia selalu “diwarnai” denganbberbagai macam kebijakan
yang justru menyengsarakan kaum petani. Lepas dari sistem feodal yang
telah berabad-abad “mencengkram”
masyarakat petani, kemudian masuk
ke dalam sistem kolonial yang sama sekali tidak menunjukkan perbaikan sedikitpun.
Kaum kolonial tidak
merombak sistem feodal,
tetapi mempertahankan sistem itu
dengan memberikan kekuasaan
kepada para bupati dan raja untuk memungut hasil-hasil
yang diminta pihak kolonial seperti tanaman untuk ekspor
dan membiarkan para
petani hidup dalam
garis batas hidup (subsistensi) berdasarkan pola pertanian
tradisional (Fauzi 1999).
Kabupaten Kediri
memiliki luas wilayah 963,21 km2. Wilayahnya berbatasan dengan
Kabupaten Jombang di utara, Kabupaten Malang di timur, Kabupaten Blitar dan Kabupaten Tulungagung
di selatan, Kabupaten Madiun dan Kabupaten Ponorogo di barat, serta Kabupaten
Nganjuk di barat dan utara. Kabupaten Kediri adalah lokasi dari pusat satu
kerajaan penting di Nusantara pada awal milenium kedua, Kerajaan Kediri. Sedangkan
Gunung Kelud yang memiliki kawah berupa danau dapat dikunjungi wisatawan.
Sarana dan prasarana untuk mencapai kawasan Gunung Kelud telah dibangun hingga
mudah menjangkaunya. Selama perjalanan dapat disaksikan panorama yang indah dan perkebunan nanas
yang banyak dikembangkan di daerah ini (Pemprov Jawa Timur 2014).
Melihat potensi dari
tanah di wilayah lereng gunung Kelud ini maka masyarakat sekitar
memanfaatkannya untuk bertani. Seiring berjalannya waktu maka daatnglah pemilik
modal dan mendirikan unit usaha yaitu PT. SSP. Setelah hak guna usaha (HGU)
yang diberikan oleh Badan Pertanahn Nasional habis maka hak atas lahan tersebut jatuh kembali dalam
pengelolaan Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Kediri. Berdasarkan adanya
program reforma agraria yang didalamnya terdapat program redistribusi tanah
maka tanah bekas PT.SSP tersebut didistribusikan kepada petani lokal. Namun
demikian dalam pelaksanaannya para petani menilai BPN telah melakukan kesalahan
dengan tidak secara adil dan transparan dalam melakukan redistribusi tanah. Gerakan
petani sebagai wujud perlawanan atas hal ini dilakukan oleh kelompok petani
yang tergabung dalam Kelompok Sepakat (Lensa Indonesia 2014).
Reforma Agraria atau secara legal
formal disebut juga dengan Pembaruan Agraria adalah proses restrukturisasi
(penataan ulang susunan) kepemilikan, penguasaan, dan penggunaan sumber-sumber
agrarian (khususnya tanah) (Badan Pertanahan Nasional 2014). Reforma agraria
berbasis rakyat merupakan suatu gerakan pembaruan agraria oleh kalangan bawah
yang diidentikkan dengan masyarakat miskin tak bertanah. Gerakan yang dilakukan
oleh masyarakat lereng gunung Kelud merupakan salah satu tindakan nyata dalam
aksi perlawanan petani. Gerakan ini di indikasikan sebagai suatu usaha reforma
agraria berbasis rakyat yang seharusnya mendapat dukungan dari pihak terkait
yaitu Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Kediri.
1.2
Rumusan Masalah
Latar belakang dari
penelitian ini mengacu pada reforma agraria yang berbasis rakyat, atau dapat
dikatakan reforma agraria by leverage.
Pemabruan agraria ini erat hubungannay dengan perlawanan atau gerakan petani
ataupun rakyat miskin tak bertanah untuk menuntut hak atas tanah yang
seharusnya menjadi milik mereka. Oleh karena itu penelitian ini mecoba melihat
bagaimana gerakan perlawanan petani di
kawasan lereng gunung kelud?
Badan Pertanahn
Nasional Kabupaten Kediri merupakan otoritas yang menentukan pendistribusian
lahan melalui program refroma agraria yang dijalankan. Program ini menyangkut
dengan redistribusi lahan yang selama ini penguasaannnya dirasa sangat timpang.
Yaitu hanya pada golongan tertentu saja seperti tuan tanah dan pemilik modal
usaha. Penelitian ini mencoba melihat bagaimana proses reforma agraria yang
dilakukan oleh Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Kediri?
Konflik yang terjadi
antara petani lereng gunung Kelud dengan Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Kediri
tentu membuthkan suatu penyelesaian. Penyelesaian tersebut tentunya dihaarpkan
dapat memberikan keadilan pada para petani penggarap lahan. Namun demikina dalam
penyelesaian konflik tentunya akan timbul berbagai perbedaan pendapat.
Penelitian ini mencoba mengidentifikasi bagaimana penyelesaian konflik yang
terjadi antara masyarakat lereng gunung Kelud dengan Badan Pertanahan Nasional
Kabupaten Kediri?
1.3
Tujuan dan Kegunaan Penulisan
Berdasarkan perumusan masalah diatas
maka tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Mengidentifikasi
dan menganalisis gerakan perlawanan petani lereng gunung Kelud
2. Mengidentifikasi
dan menganalisis program reforma agraria yang dilaksanakan oleh Badan
Pertanahan Nasional Kabupaten Kediri
3. Memperoleh
informasi serta menganalisis penyelesaian konflik yang terjadi antara
masyarakat lereng gunung Kelud dengan pihak Badan Pertanahan Nasional Kabupaten
Kediri
II.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Pendekatan Teoritis
2.1.1 Konsep
Agraria
Kata agraria
secara etimologis berasal
dari bahasa Latin
ager yang berarti sebidang tanah
(bahasa Inggris acre). Kata bahasa
Latin aggrariusmeliputi arti: yang ada
hubungannya dengan tanah; pembagian atas tanah terutama tanah-tanah umum; bersifat
rural. Kata reform
menunjuk kepada “perombakan”,
mengubah dan
menyusun/membentuk kembali sesuatu
untuk menuju perbaikan.
Dengan demikian, hakikat makna
reforma agraria adalah:
“Penataan kembali (atau pembaruan) struktur pemilikan,
penguasaan dan penggunaan tanah/wilayah, demi kepentingan petani
kecil, penyakap, dan
buruh tani tak
bertanah dengan prinsipnya “Tanah
untuk Penggarap!” (Wiradi 2009).
Hubungan-hubungan
agraria yang terjadi dalam aktivitas manusia (memanfaatkan) sumber-sumber
agraria antara lain (Sitorus 2002). Hubungan teknis pengelolaan sumber-sumber
agraria melalui aktivitas produktif manusia yang disebut sebagai hubungan
teknis agraria; dan 2). Hubungan berbagai subjek agraria (masyarakat, negara,
sektor swasta) yang terlibat baik secara langsung maupun tidak dalam proses
produksi dan pengelolaan sumber-sumber agraria.
Hubungan ini dinamakan hubungan sosial agraria.
2.1.2
Masalah
Agraria
Masalah-masalah yang
berkaitan dengan agraria,
dalam hal ini
tanah, sepanjang zaman pada hakikatnya adalah masalah politik. Siapa
yang menguasai tanah, ia menguasai
pangan, atau, ia
menguasai sarana-sarana kehidupan,
dan siapa yang menguasai
sarana kehidupan, maka
ia menguasai manusia (Wiradi 2009). Masalah
agraria tersebut tidak
hanya menyangkut hubungan
antara manusia dengan tanah (hubungan teknis), tetapi juga merupakan
hubungan antar manusia (hubungan sosial) dalam kaitannya dengan pemanfaatan
sumber-sumber agraria (Sitorus 2002). Masalah
agraria yang sering
terjadi sebenarnya merupakan
implikasi dari adanya hubungan
teknis dan hubungan sosial tersebut. Ketika seseorang berkata, “ini adalah
tanahku”, maka makna
yang terkandung bukan
hanya sebatas seseorang itu
dengan tanahnya, melainkan juga terkandung makna, “kamu tidak boleh menggarap
di atas tanahku” atau “jika kamu menggarap di tanahku maka sebagian hasilnya
harus diserahkan kepadaku.”
Masalah inilah yang
paling krusial, yaitu berupa ketimpangan struktur pemilikan dan
penguasaan tanah yang pada akhirnya
memicu konflik antara masyarakat dengan penguasa (pemerintah) dan pengusaha
(pemilik modal).
2.1.3 Reforma
Agraria Berbasis Rakyat
Penataan ulang
struktur penguasaan tanah
(land reform) bukan
saja akan memberikan kesempatan
kepada sebagian besar
penduduk yang masih menggantungkan hidupnya
pada kegiatan pertanian
untuk meningkatkan taraf kehidupannya. Lebih dari itu, land reform
bukan hanya akan menjadi suatu dasar yang
kokoh dan stabil
bagi pembangunan ekonomi
dan sosial, melainkan juga menjadi dasar
bagi pengembangan kehidupan
masyarakat yang demokratis. Program ini
akan membuka kesempatan
untuk terjadinya proses
pembentukan modal (capital formation)
di perdesaan yang
akan menjadi dasar
bagi proses industrialisasi yang
kokoh. Selain itu,
ia juga akan memberikan sejumput kekuasaan pada kelompok-kelompok
petani miskin di pedesaan di dalam ikatanikatan sosial pada masyarakatnya.
Memberikan tanah kepada para petani miskin yang selama ini terpinggirkan
(Bachriadi 2007).
Suhendar (2002)
menyatakan reforma agraria yang dijalankan saat ini masih merupakan kelanjutan
dari zaman orde
baru, yaitu peran
pemerintah sangat dominan dalam
menentukan kebijakan-kebijakan agraria sehingga masih jauh dari harapan bahwa
kebijakan-kebijakan agraria akan
lebih menguntungkan petani. Kebijakan-kebijakan, baik dalam bentuk
redistribusi melalui program transmigrasi dan Perusahaan Inti Rakyat (PIR) ini yang
kemudian diklaim sebagai land reform maupun kebijakan
peningkatan produktivitas pertanian lainnya, lebih mencerminkan
kepentingan pemerintah daripada sebagai upaya menyejahterakan petani sehingga
program tersebut tidak
bisa mempertahankan keeksistensiannya dalam
menyejahterakan petani. Karena itu,
petani bukannya sejahtera
malah semakin menderita. Berdasarkan kondisi tersebut, Suhendar (2002)
menekankan land reform by
leverage merupakan
satu-satunya jalan mewujudkan
keadilan agraria di Indonesia.
Menurutnya, petani harus
menjadi aktor utama
yang mendorong perubahan kebijakan agraria dengan dibantu aktor lain
yang mampu mendesakkan perubahan kepada
pemerintah, baik di tingkat
nasional maupun daerah.
2.2
Hasil Penelitian Sebelumnya
2.2.1 Peranan Reforma Agraria dalam
Meningkatkan Kapasitas dan Kesejahteraan Petani
Tujuan
penelitian ini yaitu:
(1) menganalisis peran
reforma agraria dalam meningkatkan kapasitas
petani, (2) menganalisis
peran reforma agraria
dalam meningkatkan
kesejahteraan petani, dan (3)
menganalisis peran kapasitas petani dalam meningkatkan
kesejahteraan petani. Penelitian
ini menggunakan metode kuantitatif dan
kualitatif. Sebanyak 32 responden dipilih
secara acak untuk
mendapatkan data mengenai
pelaksanaan reforma agraria
dengan bantuan kuesioner dan wawancara
mendalam. Data diolah
dengan uji korelasi Rank Spearman, hasilnya menunjukkan bahwa
tidak terdapat hubungan yang signifikan antara
pelaksanaan reforma agraria
dengan tingkat kapasitas
dan kesejahteraan petani, serta
tidak terdapat hubungan
yang signifikan antara kapasitas petani dengan
peningkatan kesejahteraan petani.
Artinya, reforma agraria berperan sangat kecil
dalam meningkatkan kapasitas
penerimanya untuk menjadi petani mandiri yang akan mendorongnya untuk
meningkatkan taraf hidupnya (Amelia 2014)
2.2.2 Kemisikinan dan Reforma Akses Agraria di Desa
Perkebunan (Kasus: Kampung Padajaya dan Kampung Padajembar, Dusun Cigarehong, Desa
Purwabakti, Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor)
Berdasarkan data
kemiskinan yang dikeluarkan oleh BPS per Maret 2008, menunjukkan jumlah
penduduk miskin (penduduk
yang berada dibawah Garis Kemiskinan) di Indonesia
sebesar 34,96 juta orang (15,42%), dan sebagian besar penduduk miskin berada di
daerah perdesaaan (63,47%). Kemiskinan di pedesaan mempunyai hubungan dengan
masalah-masalah agraria khususnya tanah. Menurut Syahyuti (2006),
asumsi dasar yang melandasinya adalah karena
sebagian besar rakyatnya masih menggantungkan hidupnya pada
tanah.
Penelitian ini
menggunakan metode penelitian
kualitatif yang digunakan untuk memetakan dan menganalisis kontruksi
kemiskinan, masalah agraria yang
masyarakat hadapi
dan kegiatan reforma
akses agraria apa
saja yang relevan
diterapkan di
Kampung Padajaya dan
Kampung Padajembar. Peneliti
memilih Kampung Padajaya dan
Kampung Padajembar dikarenakan keunikan dari
kedua kampung tersebut, yang
masih termasuk ke
dalam daerah perkebunan
Cianten, akan tetapi memiliki
karakteristik yang berbeda
dari kampung lainnya.
Pada Kampung Padajaya, sebagian besar masyarakatnya tidak menopangkan
hidupnya pada perkebunan, sedangkan
pada Kampung Padajembar,
sebaliknya sebagian besar
penduduknya menopangkan hidupnya pada perkebunan (Simarmata 2009).
Definisi kemiskinan
lokal Kampug Padajaya
dan Kampung Padajembar adalah kondisi dimana seseorang
tidak memiliki rumah dan tidak dapat memenuhi kebutuhan hidupnya
selayaknya orang biasa,
yaitu tidak dapat
makan dua kali sehari
dan tidak dapat
menyekolahkan anaknya sampai
jenjang SMP. Tangga kehidupan masyarakat
di Kampung Padajaya
dan Kampung Padajembar
yaitu: fakir miskin, fakir, miskin, sedang, standar dan mampu. Pembuatan
indikator dari tangga kehidupan ini
dibuat berdasarkan tingkat penghasilan
yang dimiliki oleh warga masyarakat di dusun tersebut, yang
kemudian dikembangkan (Simarmata 2009).
2..2.3 Pola Sebaran Pajak Bumi dan Bangunan Serta
Harga Lahan di Kecamatan Dramaga
Lahan merupakan faktor
penting dalam aspek kehidupan sebagai
wahana pendukung produksi pangan,
menjaga keseimbangan ekologis,
pembangunan permukiman,
industri, dan fasilitas
lainnya. Permintaan lahan
yang tinggi mengakibatkan nilai
lahan tumbuh mengikuti
hukum ekonomi. Disamping itu, pola
pemanfaatan lahan juga
mempengaruhi nilai suatu
lahan, sehingga setiap pemanfaatan memiliki nilai dan harga
lahan yang berbeda. Keberadaan
Kampus IPB yang berada
di Kecamatan Dramaga
diduga berdampak pada
pembentukan harga lahan di
wilayah sekitarnya. Penelitian
ini bertujuan untuk menganalisis
sebaran spasial Pajak
Bumi dan Bangunan
(PBB) di Kecamatan
Dramaga, mengidentifikasi pola sebaran
penggunaan lahan di
Kecamatan Dramaga, memetakan dan menganalisis pola sebaran spasial tingkat
perkembangan wilayah di Kecamatan Dramaga,
dan mengidentifikasi pengaruh
PBB dan keberadaan pusat pendidikan IPB terhadap
pembentukan harga lahan di Kecamatan Dramaga (Suefi 2014).
I. KERANGKA PEMIKIRAN
|
||||||||||||
|
||||||||||||
![]() |
||||||||||||
![]() |
||||||||||||
![]() |
||||||||||||
|
||||||||||||
Ket:


Gambar 1. Kerangka
pemikiran penelitian
Penelitian ini
menitikberatkan pada kondisi awal di lokasi yang terjadi ketimpangan dalam hal
struktur agraria dan pengaruhnya terhadap kebijakan reforma agraria berbasis
rakyat yang melibatkan gerakan perlawanan petani. Keadaan awal di lokasi
penelitian yaitu terjadinya ketimpangan dalam struktur agraria, kemiskinan,
tingkat kesejahteraan yang rendah, kesulitan dalam mendapat akses agraria, dan
ketidakadilan dalam reforma agraria yang dilakukan oleh pemerintah. Hal ini
secara langsung memicu suatu gerakan perlawanan olehn para petani. Gerakan ini
mempengaruhi secara langsung adanya reforma agraria berbasis rakyat. Dimana
meliputi proses pelaksanaan, keadilan dalam distribusi laha, dan diharapkan
dengan adanya reforma agraria berbasis rakyat ini tingkat sosial dari
masyarakat dapat maningkat. Keadaan awal di wilayah tersebut secara tidak
langsung juga mempengaruhi reforma agraria yang berbasis rakyat.
II.
METODOLOGI PENELITIAN
2.1 Pendekatan
Penelitian
Penelitian ini
menggunakan kombinasi pendekatan kualitatif dan kuantitatif. Dengan menggunakan
kedua pendekatan ini diharapkan dapat diperoleh data yang akurat mengenai
proses reforma agraria berbasis rakyat. Pendekatan kuantitatif menggunakan
metode pengumpulan data pendistribusian lahan oleh BPN. Dilakukan survei
dilapangan guna mendapat keakuratan data pendistribusian lahan melalui reforma
agraria. Pendekatan kualitataif meliputi studi kasus di wialyah penelitian.
Dimana akan didapatkan data mengenai akar permasalahan ketimpangan struktur
agraria, gerakan perlawanan petani, dan reforma agraria berbasis rakyat yang
terjadi di wialayh penelitian. Dilakukan juga studi mengenai tingkat taraf
hidup masyarakat sebelum dan sesudah adanya reforma agraria berbasis rakyat.
2.2 Lokasi
dan Alasan Pemilihan Lokasi serta Waktu Penelitian
Penelitian ini akan
dilaksanakan di Kabupaten Kediri dan akan memfokuskan pada daerah pertanian di
lereng gunung Kelud. Lokasi ini dipilih karena meruapakan representasi dari
studi mengenai ketimpangan struktur agraria yang mengakibatkan gerakan
perlawanan petani, dan mempengaruhi adanya reforma agraria berbasis rakyat.
Studi ini akan dilaksanakan pada bulan Juli 2014 sampai dengan bulan September
2014. Peneliti melakukan penjajagan terlebih dahulu pada bulan Juni 2014.
2.3 Metode
Pengumpulan Data
Data yang akan dikumpulkan oleh peneliti meliputi data primer dan data sekunder. Pengumpulan data primer diperoleh dari responden dan subjek penelitian terpilih. Data primer ini diperoleh dari responden
melalui teknik wawancara dengan dengan alat bantu kuesioner yang telah dipersiapkan.
Sedangkan pengumpulan data dari informan dilakukan dengan wawancara mendalam
menggunakan pedoman wawancara. Selain itu, pengumpulan data primer juga
dilakukan melalui pengamatan (observasi). Data primer yang
dikumpulkan terdiri dari:
1.
Luas
pemilikan dan penguasaan lahan oleh para petani
2.
Hubungan-hubungan
antar berbagai status sosial dalam masyarakat
3.
Struktur agraria di wilayah penilitian
Data sekunder bersumber
dari beberapa sumber yaitu Pemerintah Kabupaten Kediri, Badan Pertanahan
Nasional Kabupaten Kediri, Badan Informasi Geospasial, Badan Pusat Statistik,
LSM, jurnal agaria, serta penelitian-penelitian terkait mengenai agraria. Daya
yang akan dikumpulkan meliputi:
1.
Pola distribusi lahan di Kabupaten
Kediri khususnya wialyah lereng gunung Kelud
2.
Kebijakan dalam reforma agraria di
Kabupaten Kediri
3.
Pemilikan lahan di wilayah lereng gunung
Kelud
4.
Kebijakan pemerintah kabupaten Kediri
dalam hal pertanahan, kesejahteraan masyarakat, serta perencanaan dan
pengembangan wilayah kabupaten Kediri
5.
Penelitian-penelitian atau jurnal
mengenai agraria
2.4
Analisis Data dan Pelaporan
Analisis data dan
pelaporan akan menggunakan acuan panduan tabel mengenai berbagai variabel yang
akan diperoleh dalam penelitian ini.
Tabel 1. Kebutuhan data dan metode
pengumpulan data dalam penelitian
No
|
Kebutuhan data dan informasi
|
Jenis sumber data
|
Sumber data primer
|
Sumber data sekunder
|
Metode pengumpulan data
|
Keterangan
|
1
|
Luas pemilikan dan penguasaan lahan oleh para petani
|
1,2
|
1,2,3,4,5
|
1,2,3,4,5,7
|
1,2,3,4,5,6
|
Di
wilayah lereng gunung Kelud
|
2
|
Hubungan-hubungan
antar berbagai status sosial dalam masyarakat
|
1
|
1,2,3,4,5
|
-
|
1,2,3,4,5,6
|
Menyangkut
keadaan sosial masyrakat
|
3
|
Struktur agraria di wilayah penilitian
|
1
|
1,2,3,4,5
|
1,2,4
|
1,2,3,4,5,6
|
Mencakup
distribusi penguasaan lahan
|
4
|
Pola
distribusi lahan di Kabupaten Kediri khususnya wialyah lereng gunung Kelud
|
1,2
|
1,2,3,4,5
|
1,2,3,4,5,7
|
1,2,3,4,5,6
|
Mencakup
distribusi penguasaan lahan
|
5
|
Kebijakan
dalam reforma agraria di Kabupaten Kediri
|
2
|
-
|
1,2,7
|
1,2,3,4,5,6
|
Mengkaji
kebijakan BPN dan Pemkab
|
6
|
Pemilikan
lahan di wilayah lereng gunung Kelud
|
1,2
|
1,2,3,4,5
|
1,2,7
|
1,2,3,4,5,6
|
Mengkaji
pola pemilikan
|
7
|
Kebijakan
pemerintah kabupaten Kediri dalam hal pertanahan, kesejahteraan masyarakat,
serta perencanaan dan pengembangan wilayah kabupaten Kediri
|
2
|
-
|
2,7
|
1,2,3,4,5,6
|
Mengkaji
kebijakan pemerintah
|
8
|
Penelitian-penelitian
atau jurnal mengenai agraria
|
2
|
-
|
6
|
Mendapatkan
gambaran mengenai penelitian agraria
|
Keterangan
1.
Jenis Data:
1.
Primer 2. Sekunder
2.
Sumber data primer:
1. Responden
2. Tokoh adat 3. Tokoh pemerintah 4. LSM 5. Lainnya
3.
Sumber data sekuder:
1. BPN
2. Pemerintah Kabupaten Kediri 3. BIG 4.
BPS 5. LSM 6. Jurnal / penelitian 7. Lainnya
4.
Jenis metode pengumpulan data:
1. Studi
Dokumen/Literatur 2. Survey/Sensus 3. Wawancara Mendalam 4.
Wawancara Tersruktur
5. Pengamatan 6. Pengamatan Berpartisipasi
I.
LAMPIRAN
Panduan pertanyaan
kepada responden petani di lereng gunung Kelud
1. Berapa
luas lahan yang anda tanami?
2. Berapa
luas lahan milik pribadi anda?
3. Berapa
luas lahan yang anda sewa?
4. Sudah
berapa lamakah anda bertani?
5. Berapa
besar pendapatan anda dari usaha bertani?
6. Setujukah
anda dengan pembagian lahan bekas PT.SSP kepada warga?
7. Berapa
luas lahan yang anda peroleh dari program tersebut?
8. Menurut
anda adilkah kebijakan tersebut?
9. Apakah
anda mengikuti kelompok tani?
10. Sejauh
mana kelompok tani anda membantu kegiatan bertani anda?
11. Apakah
anda mengikuti aksi demonstrasi yang dilakukan kelompok tersebut ke BPN?
12. Bagaimana
kerja BPN selama ini menurut and dalam hal membantu penyediaan lahan bagi para petani?
13. Apakah
andamenginginkan lahan garapan yang lebih luas?
14. Apakah
harapan anda pada Pemkab dan BPN dalam membantu penyediaan lahan bagi petani?
I.
DAFTAR PUSTAKA
Amelia. 2014. Peranan
Reforma Agraria dalam Meningkatkan
Kapasitas dan Kesejahteraan
Petani. [skripsi] : Institut Pertanian Bogor
Bachriadi . 2007. Reforma agraria untuk Indonesia: pandangan kritis tentang Program
Pembaruan Agraria Nasional (PPAN) ala pemerintahan SBY. [terhubung berkala]
: http://agrarianrc.multiply.multiplycontent.com
(diakses pada 23 Mei 2014)
Badan Pertanahan
Nasional. 2014. Reforma Agraria.
[terhubung berkala] : http://www.bpn.go.id (diakses pada 23 Mei 2014)
Fauzi N. 1999. Petani
dan Penguasa: Dinamika
Perjalanan Politik Agraria Indonesia. Yogyakarta (ID):
INSIST, KPA, Pustaka Pelajar
Hardjowigeno.
2007. Ilmu Tanah. Jakarta (ID):
Akademika Pressindo
Lensa Indonesia.
2014. Perlawanan Petani Lereng Gunung
Kelud. [terhubung berkala] : http://www.lensaindonesia.com (diakses pada 20 Mei 2014)
Nurmandi . 1999. Manajemen
Perkotaan (Aktor, Organisasi
dan Pengelolaan Daerah Perkotaan
di Indonesia). Yogyakarta (ID): Pustaka Lingkaran Bangsa.
Pemprov Jawa Timur.
2014. Kabupaten Kediri. [terhubung berkala] : http://www.pemprovjatim.go.id (diakses pada : 23 Mei 2014)
Simarmata. 2009. KEMISKINAN DAN REFORMA AKSES AGRARIA DI
DESA PERKEBUNAN (Kasus: Kampung Padajaya dan Kampung Padajembar, Dusun
Cigarehong Desa Purwabakti, Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor ).
[skripsi] : Institut Pertanian Bogor
Sitorus. 2002. Penelitian Kualitatif suatu Perkenalan.
Kelompok Dokumentasi Ilmu Sosial. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor
Suefi. 2014. POLA SEBARAN SPASIAL PAJAK BUMI DAN BANGUNAN
SERTA HARGA LAHAN DI KECAMATAN DRAMAGA. [Skripsi] : Institut Pertanian Bogor
Suhendar
E. 2002. Land reform
by leverage: perjuangan
petani mewujudkan kebijakan
agraria yang berkeadilan. Dalam: Suhendar E, Sunito S, Sitorus MTF, Satria A,
Agusta I, Dharmawan
AH, editor. Menuju
Keadilan Agraria: 70 tahun Gunawan Wiradi .Bandung (ID): Yayasan
AKATIGA.
Undang-Undang Pokok
Agraria. 1960. Undang-undang pokok
agraria. Jakarta (ID): Pemerintah Republik Indonesia
Wiradi, Gunawan.
2009. Pola Penguasaan Tanah dan Reforma
Agraria, dalam Sediono M.P. Tjondronegoro dan Gunawan
Wiradi (Ed.), Seri
Pembangunan Pedesaan: Dua Abad Penguasaan Tanah (Pola Penguasaan Tanah
Pertanian di Jawa dari Masa ke Masa). Jakarta: PT. Gramedia.
Komentar
Posting Komentar