PENGORGANISASIAN KOMUNITAS DAN PERANAN PEKERJA KOMUNITAS PLTA MINI BANGKITKAN DESA TERPENCIL: KEBERHASILAN DESA SALEBBA, SULAWESI SELATAN ATASI KETERBATASAN PLN

PENGORGANISASIAN KOMUNITAS DAN PERANAN PEKERJA KOMUNITAS

PLTA MINI BANGKITKAN DESA TERPENCIL: KEBERHASILAN DESA SALEBBA, SULAWESI SELATAN ATASI KETERBATASAN PLN
Oleh:
T D Pamuji 1, N A Dillashandy 2, F P Ramadhani 2
Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan 1, Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat 2

Pendahuluan

Pengembangan masyarakat merupakan suatu aktivitas yang ditujukan untuk membuat masyarakat menjadi lebih mampu untuk menyejaherakan kehidupannya. Pengembangan masyarakat tidak terlepas dari adanya komunitas. Dalam hal ini pengembangan masyarakat secara spesifik memang ditujukan kepada komunitas-komunitas. Komunitas merupakan sekumpulan individu-individu yang memiliki kesamaan nasib dan kebutuhan. Komunitas biasanya terkait erat dengan batas-batas wilayah tertentu. Komunitas terdiri dari aktor-aktor sosial yang memiliki peran masing-masing dalam komunitas tersebut. Dalam menjalankan pengembangan masyarakat diperlukan suatu pengorganisasian masyarakat. Menurut Nasdian (2014) terdapat dua kategori tujuan utama yang terkait dengan pengorganisasian komunitas. Pertama adalah cenderung merujuk pada tugas (task) yang bertujuan untuk menyelesaikan masalah dan mengacu pada proses yang bertujuan untuk perluasan dan pemeliharaan sistem.
Rothman dan Tropman (1987) membagi pola pengembangan masyarakat menjadi tiga pola yaitu pengembangan komunitas, perencanaan sosial, dan aksi sosial. Pengembangan komunitas memiliki kategori tujuan lebih memberikan penekanan pada proses, dimana komunitas diintegrasikan dan dikembangkan kapasitasnya dalam upaya memecahkan masalah warga komunitas secara kooperatif berdasarkan kemauan dan kemampuan menolong diri sendiri sesuai dengan prinsip demokrasi (Nasdian, 2014). Perencanaan sosial memiliki kategori tujuan yang berorientasi pada penyelesaian masalah. Sedangkan pola aksi sosial mengarah pada task goal dan process goal.

Pekerja pengembangan masyarakat atau dapat disebut community worker (CW) memiliki peranan penting dalam kegiatan pengembangan masyarakat. Setidaknya menurut Nasdian (2014) terdapat tiga peran dari CW yaitu sebagai enabler atau organizer atau educator.  Dalam pelaksanaannya ketiga peran tersebut bergerak dari satu peran ke peran lainnya sehingga seorang CW dapat dikatakan memiliki peranan ganda. Lebih lanjut Nasdian (2014) membagi peranan CW menjadi empat peran, yaitu facilitative roles (fasilitator), educational roles (pendidik), representational roles (utusan atau wakil), dan technical roles (teknikal). Peranan tersebut memiliki spesifikasi dalam setiap fungsinya.

Pola Pengorganisasian Masyarakat dalam Kerangka Pengembangan Masyarakat

Berdasarkan pada bacaan PLTA Mini Bangkitkan Desa Terpencil: Keberhasilan Desa Salebba, Sulawesi Selatan Atasi Keterbatasan PLN oleh Muhammad Alim Sidik dapat diketahui bahwa pola pengorganisasian komunitas yang dilakukan adalah dengan pola pengembangan komunitas. Namun pada bacaan tersebut juga dapat diketahui bahwa pada awalnya pola pengorganisasian yang dilakukan adalah dengan pola perencanaan sosial. Hal tersebut dapat diketahui dari fakta adanya tindakan dari sekcam yang langsung turun kelapangan mengumpulkan fakta-fakta permasalahan yang ada dan melakukan penyelesaian masalah. Keterlibatan komunitas dalam penyelasaian masalah yaitu pembuatan PLTA dirasa cukup besar namun dikarenakan perencanaan yang tidak matang pada usaha pembuatan PLTA ini mengalami kegagalan. Akibatnya warga menjadi pesimistis akan terwujudnya fasilitas PLTA yang didambakan.
Berkat adanya usaha yang lebih tepat dalam melakukan pendekatan kepada komunitas maka pola pengorganisasian komunitas berubah menjadi pola pengembangan komunitas. Hal ini dapat dilihat dari adanya rasa kebersamaan dalam komunitas untuk membuat PLTA. Penekanan lebih kepada proses, bukan kepada tujuan yang berorientasi pada penyelesain masalah. Keterlibatan komunitas dalam proyek pembuatan PLTA. Dimulai dengan melibatkan beberapa tokoh dalam komunitas untuk melakukan survei ke tempat yang telah berhasil membuat PLTA. Selanjutnya melakukan sosialisasi kepada warga agar tetap mendukung proyek PLTA tersebut. Hal ini berlangsung selama kurang lebih satu tahun lamanya. Hasilnya dapat dilihat bahwa warga menjadi antusias kembali untuk melakukan pembangunan PLTA. Bahkan ada warga yang bersedia untuk memberikan dana pinjaman guna berjalanyya pembangunan PLTA. Selain itu pihak inisiator juga melibatkan beberapa stakeholder lainnya seperti LP2M, pemerintah daerah, dan teknisi PLTA.
Pembangunan PLTA dilakuakn dengan dukungan penuh dari warga komunitas. Dimulai dari pengangkutan bahan-bahan dari sisa pembangunan PLTA yang gagal sampai dengan penyediaan jalan untuk mengangkut material pembangunan PLTA baru. Usaha tersebut mencapai hasil memuaskan ketika PLTA berhasil dibangun dan membantu mengembangkan berbagai segi kehidupan masyarakat desa Salebba. Dilihat dari serangkaian proses yang terjadi maka pola pengorganisasian komunitas yang dilakukan adalah pengembangan komunitas yang lebih menekankan pada konsensus.

Kategori Peran Pekerja Komunitas

Berdasarkan pada bacaan PLTA Mini Bangkitkan Desa Terpencil: Keberhasilan Desa Salebba, Sulawesi Selatan Atasi Keterbatasan PLN oleh Muhammad Alim Sidik peran pekerja komunitas cenderung sebagai fasilitator (Facilitative Roles), educational roles, dan technical roles. Sebagai fasilitator ditunjukkan oleh adanya semangat untuk membangun PLTA bertenaga turbin dari pemerintah desa, LP2M, tokoh masyarakat, dan semua kalangan yang terlibat. Rasa peduli dari kalangan tertentu dan warga juga sangat berpengaruh dalam pembangunan PLTA mini ini. Kepala Desa berusaha untuk mengidentifikasikan mekanisme kegiatan yang dapat menumbuhkan peran masyarakat secara komprehensif dan kepala desa setempat secara aktif melakukan perannya sebagai motivator agar  warga desa bersedia kembali terlibat dalam pembangunan PLTA mini di Desa Salebba serta mengadakan pelatihan tenaga operasional. LP2M  sebagai fasilator pelaksana rembug yang pada akhirnya menghasilkan warga bisa menyadari masalah dan kebutuhan bersama.
Kasus tersebut mengindikasikan beberapa pihak secara nyata bertindak sebagai fasilitator seperti LP2M, pemerintah desa, dan beberpa tokoh komunitas dengan peran sebagai motivator atau orang yang mampu mengajak dan memberi semangat pada warga. Sebagai negosiator yang mampu mendengar dan memahami aspirasi warga komunitas. Sebagai suporter mampu memberikan dukungan kepada warga. Sebagai fasilitator yang mampu memfasilitasi anggota komunitas, dan sebagai pihak yang mampu membantu menyelesaikan permasalahan.
Sebagai educative roles ditunjukkan oleh adanya pendidikan berupa penyuluhan dan sosialisasi oleh pihak desa, dusun, dan beberapa warga yang telah mengikuti studi banding di tempat yang telah sukses membuat PLTA secara mandiri. Sosialisasi ini berlangsung selama kurang lebih satu tahun lamanya. Hasil yang diperoleh dari kegiatan ini adalah dukungan dari warga komunitas yang kembali mendukung pembangunan PLTA. Selain itu tindakan yang dilakukan oleh pakar PLTA untuk mengajarkan pengelolaan PLTA kepada beberapa warga juga dapat dikatakan sebagai peran educative roles. Peran sebagai technical roles ditunjukkan oleh teknisi PLTA yang datang untuk melakukan studi lokasi pembangunan PLTA. Secara teknis pembuatan PLTA dapandu oleh pakar tersebut sehingga dapat diaktakan bahwa pakar tersebut memilki peranan sebagai technical roles.
Analisis Sustainibility Program Pengembangan Masyarakat

Pembangunan yang dilakukan telah merujuk pada people-centered development. Hal tersebut dapat dilihat dari bentuk dari program yang dilaksanakan. Program tersebut memang awalnya datang dari aparat pemerintah yaitu sekcam. Namun demikian dalam pelaksanaannya program tersebut diinisiasi, dijalankan, dan diawasi sendiri oleh warga. Keterlibatan warga sengat jelas terlihat pada berbagai aktivitas seperti pengumpulan dana, pengadaan material bahan bangunan, bantuan untuk membangun PLTA, dan lain sebagainya. Model kegiatan seperti ini mengindikasikan bahwa warga turut berperan besar dalam pelaksaannya. Pembangunan yang dilakukan akan bersifat berkelanjutan. Program pembangunan yang dicanangkan oleh pemerintah cenderung bersifat production-centered development. Pada umumnya program hanya bersifat sementara dan cenderung hanya dapat menagtasi masalah yang sebenarnya bukan merupakan masalah utama. Keterlibatan warga pada umumnya sangat rendah, karena didominasi oleh aparat pemerintah yang langsung menangani kegiatan yang dicanangkan oleh pemerintah.

Kesimpulan

Pola pengorganisasian komunitas yang ada pada kasus tersebut adalah pola pengembangan komunitas dimana proses lebih diutamakan dalam pelaksanaan pengembangan masyarakat. Peranan pekerja komunitas pada bacaan tersebut meliputi sebagai fasilitator, edukator, dan technical roles yang ditunjukkan oleh pihak LP2M, teknisi PLTA, pemerintah daerah, dan beberapa tokoh komunitas. Program pengembangan masyarakat yang dilakukan telah mengacu pada people-centered development yang berarti program tersebut merpakan program yang berkelanjutan (sustain).

Daftar Pustaka
Nasdian. 2014. Pengembangan Masyarakat. Jakarta (ID): Yayasan Pustaka Obor Indonesia.

Rothman dan Tropman. 1987. Models of Community Organization and Macro Perspectives: Their Mixing and Phasing. Illionis (US): F.E. Peacock Publishers

Komentar

  1. casino games - DrmCAD
    The casino game is designed as a simple 대구광역 출장샵 and straightforward game 안산 출장샵 where you 보령 출장샵 play the games 성남 출장마사지 and you can win some money. As a result, you won't receive 사천 출장샵 any money in the

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

DIGITASI PETA DIGITAL

SOIL AMENDMENT DAN HUBUNGANNYA DENGAN PENGELOLAAN TANAH DI INDONESIA

STRATEGI DAN PENDEKATAN DALAM PENGEMBANGAN MASYARAKAT